Tak Perlu Iri Pada Mereka yang Sudah Menikah, Ini Hanya Perkara Momentum
Beberapa waktu lalu WAG
teman-teman pondok saya mendadak ramai. Satu lagi kawan kami kini resmi jadi
suami. Ia mempersunting wanita yang telah ia pacari sejak masih nyantri. Itu
artinya mereka telah pacaran lebih dari 5 tahun. Istrinya kebetulan adik
tingkat kami semasa di pondok. Saat mudik ke Lombok beberapa bulan lalu saya
sempat bersua dengan dua sejoli itu. Mereka tetap lengket seperti ABG yang baru
jadian.
Semalam lagi-lagi grup
itu ramai. Satu lagi kawan kami baru saja “mencuri” anak gadis orang untuk ia
nikahi. Ya, di Lombok memang ada tradisi kawin lari. Sebuah tradisi yang
diawali dengan mempelai cowok “mencuri” gadis yang hendak ia nikahi. Menurut
para tetua adat suku Sasak, tradisi ini ada sebagai simbol keberanian seorang
laki-laki dan betapa berharganya seorang wanita. Mencuri hanya bisa dilakukan
oleh orang yang punya keberanian (dan terkadang kenekatan). Pasalnya ia tahu
resiko besar yang menanti jikalau aksinya ketahuan. Pun juga sesuatu yang
dicuri tentu adalah suatu hal yang berharga.
Sebagai kawan yang baik
kami tentu ikut bahagia dengan berita gembira yang mereka bawa. Ucapan selamat
memenuhi notifikasi grup tersebut. Do’a pun mengalir diselingi canda demi canda
yang sebenarnya muncul untuk mewakilkan rasa rindu. Tiba-tiba seorang kawan
nyeletuk dalam bahasa Sasak yang artinya “wah, udah pada laku nih teman-teman”.
Waktu memang terasa cepat
berlalu. Rasanya baru kemarin kami digojlok bersama menjadi santri baru,
sekarang hampir sebagian mereka sudah memiliki pasangan sah. Bahkan ada yang
sudah menikah sampai dua kali. Hehe.
Sedangkan saya dan sebagian kawan yang lain
masih belum menikah. Ada yang jomblo, ada juga yang sudah punya pasangan namun
belum ke penghulu. Ada juga yang masih asyik menikmati masa muda dengan beragam
cara. Intinya kami punya jalan dan momentum masing-masing.
Saya dan kawan-kawan yang
lain memang menjadi santri di saat yang bersamaan. Tahadduts binni’mah, kami
pun lulus dari pondok bersamaan juga. Tapi untuk urusan menikah, juga
urusan-urusan yang lain, kami memiliki momentum yang berbeda.
Hal ini juga saya rasakan
ketika mengerjakan skripsi selama beberapa bulan terakhir. Saya bersama 52
kawan lain resmi jadi mahasiswa Sastra Arab UGM di saat yang sama. Namun untuk
jadi alumni UGM kami punya momentum dan jalan masing-masing. Hal ini lah yang
membuat saya tak pernah iri dengan momentum yang didapatkan orang lain. Karena
saya percaya selama diri ini berusaha momentum itu pasti akan datang pada saat
yang tepat.
Nah, begitu juga prinsip
saya ketika seorang kawan menikah. Iri? Tentu tidak. Itu adalah momentumnya.
Momentum saya biar jadi rahasia Tuhan Yang Maha Kuasa. Intinya saya turut
berbahagia dengan kabar baik yang kawan-kawan saya berikan. Selamat menempuh
hidup baru, Riz Azharwan dan istri, Zamroni Azhar dan calon istri.
Komentar
Posting Komentar