Gili Trawangan dan Sepotong Renungan
Matahari mulai bersinar
di ufuk timur. Memberikan kehangatan kepada semua makhluk agar tetap semangat
menjalani hidup sekalipun di hari Minggu. Tak terkecuali bagi saya,
terlebih hari ini saya dan kawan-kawan semasa nyantri di pondok dulu akan
menghadiri acara pernikahan salah seorang sahabat kami, Rafi, di Gili
Trawangan. Alhamdulillah pada 20 Januari 2019 ia resmi menikah bersama wanita
pilihannya. Ah, semakin bertambah saja daftar teman seangkatan yang sudah skidipapap
sawadikap. Jadi pengen cepat-cepat menyusul Semoga jadi keluarga sakinah
mawaddah warahmah, Amiinn!
![]() |
Menikmati indahnya Gili Trawangan dengan pemandangan Gili Meno persis di depannya |
Saya berangkat dari rumah
pukul setengah sepuluh lebih. Padahal kami sepakat berkumpul di rumah sodara
Turmuzi pukul 9 pagi. Namun karena di rumah ada sedikit kerjaan yang harus saya
selesaikan terpaksa saya baru bisa berangkat belakangan. Betapa baik hatinya
kawan-kawan saya, Ojan, Al, Bambang, Tur, dan Yudi yang bersedia menunggu saya
untuk berangkat bersama.
Untuk menghemat bahan
bakar kami berenam menggunakan tiga motor. Ojan membonceng Yudi, Tur membonceng
Bambang, dan saya membonceng Al. Fyi, Gili Trawangan berada di Kabupaten
Lombok Utara (KLU) yang berjarak sekitar 2-3 jam dari pusat Kota Mataram. Ada
dua jalur menuju KLU, jalur barat yang melewati daerah Senggigi dan jalur timur
yang melewati hutan pusuk. Setelah kami melakukan ijtihad singkat jadilah jalur
hutan pusuk yang kami pilih. Alasannya satu; biar cepat sampai. Namun bagi Anda
yang ingin menikmati perjalanan dengan pemandangan garis pantai yang panjang
dan indah, saya sarankan untuk mengambil jalur barat dan nikmatilah Pantai
Senggigi, Batu Layar, Klui, Malimbo, hingga Krandangan sembari menanti
kendaraan tiba di Kabupaten Lombok Utara.
Singkat cerita kami pun
tiba di Pelabuhan Bangsal. Usai menitipkan motor, kami beranjak menuju loket
penjualan tiket demi bisa menyebrang ke Gili Trawangan. Gili Trawangan
merupakan satu dari Tiga Gili yang menjadi destinasi andalan KLU. Trawangan
menjadi pulau kecil paling ujung sekaligus paling indah bin paling ramai. Namun
Gili Air dan Gili Meno bukan berarti tak bagus juga. Namun sampai detik ini
saya belum sempat ke Gili Air. Baru Trawangan dan Meno saja yang pernah saya
kunjungi. Semoga suatu saat bisa ke Gili Air juga, Amiinn.
Untuk sekali menyebrang
Anda harus merogoh kocek sebesar Rp 15.000/orang. Otomatis penyebrangan
bolak-balik Lombok-Gili Trawangan menghabiskan budget sebesar Rp 30.000. Lama
penyebrangan memakan waktu sekitar 30-45 menit, tergantung kondisi gelombang.
Namun jika Anda menganggap 30 menit adalah waktu yang lama, jangan khawatir! Di
Pelabuhan Bangsal tersedia pula kapal cepat yang siap mengantar, namun tentu
harganya lebih mahal dari kapal biasa.
![]() |
semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah, warahmah |
Setiba di lokasi acara,
ternyata kami adalah rombongan tamu yang paling akhir. Namun Alhamdulillah
persediaan makanan belum habis. Nah dari pada jadi mubazir kami pun segera
melahap makanan yang tersedia, tentunya sesudah dipersilahkan oleh tuan rumah.
Oh iya, di Pelabuhan Bangsal tadi kami juga bertemu dengan teman-teman lain
diantaranya Abdi, Habib, Ris beserta haremnya (baca: pacar), dan Bung Munadi.
Setelah bersalaman dan
berfoto bersama kedua mempelai kami pun beranjak ke rumah Ramli, misannya Rafi,
yang juga sahabat kami semasa di pondok. Perjalanan darat yang cukup melelahkan
usai melewati hutan pusuk yang berkelok nan penuh tanjakan membuat kami ingin
istirahat sejenak sembari menunaikan sholat zuhur.
Usai ngopi dan memakan kudapan yang disediakan
kami pun melangkah menuju pinggir pantai untuk berjalan-jalan menikmati
indahnya Trawangan. Entah mengapa, menurut saya Gili Trawangan jadi lebih indah
dan tertata pasca gempa. Ingin rasanya berlama-lama di situ. Bahkan ingin rasanya
bermalam, namun budget di Trawangan 3 kali lebih mahal dibanding Lombok, nanti
saja kalau sudah jadi orang berduit :)
![]() |
Serasa kayak di pantai |
Berkumpul bersama teman
lama adalah momen yang sangat berharga. Bagaimana tidak? seiring dengan
bertambahnya usia kami makin sulit untuk bersua. Kami sadar bahwa semakin
dewasa justru kami semakin sulit untuk menghabiskan banyak waktu seperti dulu.
Terlebih bagi yang sudah menikah ataupun bekerja. Mungkin kami akan berkumpul dengan
jumlah lumayan ketika ada teman yang menikah nantinya. Persis seperti yang
terjadi hari ini.
Pertemuan itu terasa
hangat lantaran kami tak henti-hentinya bernostalgia dengan kisah-kisah selama
di pondok. Mulai dari urusan ngincar santri wati, diam-diam nonton bola ke
rumah warga di tengah malam, dipukul oleh ustadz hingga kaki lebam dua minggu,
dan kenakalan-kenakalan lain yang kalau boleh jujur, kami rindukan.
6 tahun menjadi santri
bukanlah waktu singkat. Kami memang tak berpenampilan sekeren anak SMA, namun
percayalah kami punya cerita dan kisah yang lebih kaya ketimbang kalian, wahai
alumnus SMA, wkwk. Dan percayalah meskipun kami anak pondok, kenakalan kami pun
tak kalah berkualitas dengan kenakalan kalian. Intinya kami bersyukur pernah
menjadi santri, baik itu sebagai santri teladan maupun santri tela dan nyanyal
(baca: nakal <bahasa sasak>).
![]() |
Alhamdulillah, kenyangggg!!! |
Di pinggir pantai
disaksikan oleh butiran pasir dan buih ombak, saya sadar bahwa setiap dari kami
punya jalan dan momen tersendiri. Usia kami relatif sama, namun jalan hidup
kami mulai berbeda. Kami boleh jadi lulus dari pesantren di usia yang sama,
namun bertemu jodoh, mendapat pekerjaan, dan pencapaian-pencapaian lain dalam
hidup, kami tentu tak sama. Untuk itu, buat apa iri pada kesuksesan orang lain?
Percayalah tak hanya mereka yang punya jalan dan momen dalam hidup ini. Kita
pun memilikinya, namun tentu tak sama persis dengan mereka.
Syukuri apa yang kita
miliki hari ini, teruslah fokus berbuat baik dan melakukan hal-hal yang
bermanfaat. Jika engkau fokus pada rasa capek, maka kebosananlah yang akan kau
temui, namun jika dirimu berfokus pada usaha, insya Allah rasa sabar yang akan
membersamaimu.
Ma’an Najah :)
Lombok, 21
Januari 2019
17:26 WITA
Luar biasa, rugi rasanya tidak bisa ikut hadir di tengah-tengah tmn2 seangkatan yg memiliki banyak kenangan indah yg sulit utk dilupa namun jarang dijumpa oleh org lain tentunya ada pada kisah masa2 di pndok dulu.
BalasHapusTrmkasih atas cerita singkat nan mengesankan mnruut sya ini. Smga kita semua mjd org2 yg bermanfaat bagi agama Nusa dan bangsa, serta Istiqomah dlm kebaikan.main
Amiinn Ya Rabbal 'Alamin, gpp guru, kami mengerti side sedang menjalankan amanah. Salam untuk Syaikh TGB, mudah-mudahan kami juga dapat barokah beliau
Hapus